Wednesday, August 24, 2011

Berikut ini adalah jawaban dari Ustad Yuana Rian Tresna tentang masalah ini:


1. Setiap latar belakang peradaban memiliki cara dan maksud dalam merayakan ultah. Termasuk di dalam islam. terkait kelahiran, islam meiliki ritus khusus bernama aqiqah. Masa setelah masa tabi'ut tabi'in, umat islam mulai memperkenalkan hari kelahiran nabi muhammad utk dijadikan semangat perjuangan;

2. Jadi mamaknai milad/ultah adalah boleh dengan cara mensyukuri nikmat allah yang diberikan, berupa usia.Bahkan kita diharuskan untuk tahaduts bin-ni'mah. Bentuknya bisa beragam, bisa cukup memberi tahu keluarga dan teman dekat atau guru untuk meminta doanya, dll. termasuk memberikan ucapan selamat dan mendoakan kepada orang lain adalah boleh.

3. Yang diharamkan adalah membuat ritus dalam "perayaan" ultah tsb. Jika ritusnya sama dengan peradaban/keyakinan lain, maka itu tsayabuh bil kufar, dan itu haram. Jika ritusnya disertai keyakinan seperti dalam khazanah peradaban lain, maka itu syirik. Jika ritusnya adalah ritus baru yang "sesuai" dengan nuansa islam, maka itu bid'ah, sesat.

Jadi kuncinya jangan membuat ritus, baik ritus baru, maupun ritus yg sesuai dengan peradaban kafir, apalagi disertai keyakinan tertentu. Dengan begitu, maka mengucapkan selamat boleh, memberi hadiah boleh bahkan sunah, mengadakan pesta/ritus sehingga seakan menjadi keharusan haram, menyampaikan nikmat kpd yang lain (seperti memberi sedekah kepada panti asuhan) boleh krn termasuk tahaduts bin-ni'mah, menspesialkan hari kelahiran drpada hari lain tidak boleh.

Cerita-cerita Frida Designed by Frida Nurulia