Monday, September 12, 2011

Menjawab "Kegelisahan" Perempuan
(Dalam Hadis-hadis Rasulullah saw)
Oleh. Ustadz Yuana Ryan Tresna

 Ada protes yang cukup keras dari sebagian kaum perempuan ketika mendengar cerita Rasulullah saw sewaktu bermi’raj dan diperlihatkan kepada beliau surga dan neraka. Sabda Rasulullah saw: Aku diperlihatkan surga, terlihat sebagian bersar penghuninya adalah kaum fakir miskin. Dan diperlihatkan kepadaku neraka, terlihat sebagian besar penghuninya adalah kaum perempuan.



Hadis di atas bernilai sahih, diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim, serta beberapa perawi hadis lainnya melalui beberapa orang sahabat. Namun bukan otentitas hadis yang dipertanyaan atau yang membuat gelisah, akan tetapi kabar bahwa mayoritas penghuni neraka adalah perempuan menyisakan beberapa pertanyaan besar. Bukankah ini diskriminatif, bukankah ini pelecehan, bukankah ini satu bukti bahwa Islam kurang menghargai perempuan?


Memahami hadis di atas, haruslah obyektif dan konprehensif. Fungsi Rasulullah saw hanya sebagai Nabi penyampai berita. Kabar yang disampaikan oleh Rasulullah saw adalah kabar baik dan kabar buruk sekaligus.

Apa yang dilihat atau yang diperlihatkan itulah yang disampaikan oleh seorang Nabi yang jujur dan tak pernah bohong. Justru yang salah adalah ketika Nabi saw menyampaikan apa yang tidak sebenarnya dengan maksud hanya untuk menyenangkan sekelompok orang.

Hadis di atas sama sekali tidak merugikan perempuan dan menyenangkan laki-laki. Hadis itu harus ditafsirkan sebagai kabar dan peringatan yang harus diambil perhatian besar. Jika ingin mengambil contoh yang hampir mirip adalah ketika kita melalui sebuah jalan dan mendapati tulisan: Hati-hati sering terjadi kecelakaan. Awas ada tikungan tajam, sering terjadi kecelakaan. Membaca tulisan tadi, apakah itu dianggap diskriminatif buat orang yang berkedaraan dibanding pejalan kaki, atau pelecehan terhadap sopir-sopir?.

Orang yang bijak, tidak menafsirkan itu dengan negatif. Bahkan sebaliknya itu merupakan hal yang positif selama kondisi daerah tersebut adalah seperti yang diutarakan. Berbeda jika peringatan itu berbunyi: Awas tikungan tajam sering terjadi kecelakaan .. di daerah yang tidak ada tikungannya. Hal itu karena merupakan kebohongan.

Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Sebagai manusia yang paling jujur, beliau menyampaikan apa adanya, yang beliau ketahui, yang beliau diperlihatkan. Menanggapi hal itu sebaiknya kaum perempuan bersyukur dan mengambil pelajaran berarti, yaitu dengan berusaha menjaga diri dari hal-hal yang berbau dosa. 

Sama serti kiasan di atas. Para sopir yang berhati-hati melewati tikungan tajam yang disebalah kirinya jurang, dengan mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan tujuan dari peringatan tersebut, yaitu dengan mengurangi kecepatan, penuh konsentrasi, tidak berusaha menyalip, dan sudah mengecak rem mobilnya yang masih baik, maka dipastikan bahwa dia akan melalui jalan menurun, licin, bertikungan tajam dan di satu sisinya adalah jurang, dengan selamat. Berbeda dengan orang yang tidak peduli dengan peringatan tersebut. Satu dari hal pernting yang tidak diperhatikan, akan menyebabkannya celaka.

Hal lain yang harus dilihat dari teks hadis di atas. Rasulullah saw menggunakan kata-kata aktsara ahliha (mayoritas penghuninya) bukan menggunakan huruf nafyi la (tidak). Artinya, Rasulullah saw tidak mengatakan bahwa perempuan tidak akan masuk surga. Bahkan di riwayat lain dari hadis ini, Rasulullah saw mengawali berita yang beliau sampaikan dengan kata-kata “Wahai kaum perempuan, hindarilah neraka walau dengan bersedekah satu biji kurma” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Teks ini membuktikan bahwa Islam tidak menjerumuskan perempuan ke neraka, bahkan sebaliknya, Islam mengingatkan agar perempuan berhati-hati dan berusaha keras melawan kekurangannya agar tidak masuk neraka.

Hal lain yang mendukung pernyataan penulis terakhir, dalam banyak hadis, beberapa hadis menunjukkanan bahwa kaum perempuan juga di surga. Lebih jauh lagi, terdapat 22 orang sahabat yang diisyaratkan oleh Rasulullah saw sebagai penghuni surga. Diantaranya adalah: Berilah kabar gembira kepada Khadijah bahwa baginya rumah di surga. (HR. al-Bukhari). Fatimah adalah pemimpin perempuan Muda yang masuk surga.

Hadis lain yang sering membuat kaum perempuan gelisah adalah soal asal penciptaan perempuan yang dikatakan berasalah dari tulung rusuk laki-laki (Adam) yang bengkok. Sehingga kalau dipaksa akan diluruskan maka dia akan patah.  Hadis ini sahih, diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim, serta perawi hadis lainnya dengan beberapa lafaz dan melalui beberapa orang sahabat.

Kekecewaan kaum perempuan melihat hadis ini karena mereka menilai bahwa perempuan adalah nomor dua, sebab mereka berasal dari laki-laki, lalu berprilaku jelek karena bengkok. Walhasil, perempuan itu dinilai rendah, lelaki lebih tinggi dan lebih mulia. Jika menangkap makna hadis secara sepintas barangkali dugaan itu benar. Namun jika mau lebih arif dalam menilai, maka asumsi itu menjadi salah.

Dalam memahami hadis dan juga ayat, kedua teks tersebut jangan didirikan sendiri sebagai satu hal yang tidak terkait dengan hadis atau ayat lain. Seringkali dan mayoritas konsep dalam al-Qur’an dan Hadis, semua saling berkaitan dan bersambungan sebagai sebuah konsep yang utuh. Hadis yang kedua di atas umpamanya, harus dikaitkan dengan banyak ayat dan hadis yang lain yang jelas-jelas menunjukkan bahwa kemuliaan seseorang itu bukan karena jenis kelamin. Akan tetapi benar-benar karena ketaqwaan. Khadijah, Fatimah, Aisyah, Hafsah, Maimunah, Ummu Salamah, dan semua sahabiyah lainnya, tentu lebih mulia dibanding ratusan juta ummat Islam yang laki-laki pada hari ini. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak mendiskreditkan perempuan.

Jika teks di atas tetap ingin dipermasalahkan, kemudian akan dibuat kesimpulan bahwa hadis itu palsu. Maka pengertian yang mendalam harus dikaji terlebih dahulu. Jika perempuan diciptkan dari tulang rusuk dianggap penghinaan, bukankah laki-laki harus merasa lebih hina dari perempuan karena diciptakan dari tanah yang notabenenya selalu diinjak-injak, baik oleh manusia itu sendiri, atau oleh binatang dan kendaraan. Manusia dan tanah, dilihat dari sudut manapun, akan lebih mulia manusia. Jika sudut pandang ini yang mau digunakan, maka perempuan harusnya bersyukur karena mereka secara dasar lebih mulia dari laki-laki.

Jika perempuan masih juga gelisah dengan teks hadis lain yang mengatakan mereka “Kurang akal dan Agama” (Naqisat aql wa din), maka ketahuilah bahwa Rasulullah saw sendiri sudah menjelaskan alasannya dan tidak perlu mencari alasan lain yang sifatnya praduga atau pembelaan.

Di teks yang sama, Rasulullah saw menjalaskan sebabnya, yaitu karena kesaksian mereka separuh dari kesaksian laki-laki, dan yang kedua, karena mereka mempunyai halangan tetap yaitu haid dan nifas yang menghalangi mereka untuk shalat atau puasa. Jika dua alasan ini akan dikupas, maka alasan pertama sama sekali tidak merugikan perempuan, bahkan justru membebaskan mereka dari tanggung jawab sosial yang seringkali membuat pusing kepala. 

Permasalah kedua juga tidak merugikan perempuan secara penuh. Alasannya, pertama: tema besar dalam masalah ini adalah soal pahala dan dosa. Laki-laki bisa melaksanakan shalat dan puasa, sedangkan perempuan tidak. Laki-laki mendapatkan pahala dari shalat dan puasanya, sedangkan perempuan tidak mendapat pahala karena tidak bisa melaksanakannya. 

Jika hal itu dibalik. Kalau seorang laki-laki tidak melaksanakan shalat dan puasa maka dia berdosa besar, akan tetapi jika perempuan tidak shalat dan puasa (jelas makasudnya adalah selama haid dan nifas) mereka tidak berdosa. Kalau mau diumpamakan lebih rinci lagi, perbandingan antara sepasang suami istri yang bernama Budi dan Tuti. Pada tgl 1-5 di bulan Ramadhan, Budi tidak melaksanakan shalat dan tidak juga berpuasa. Pada waktu yang sama Tuti juga tidak shalat dan tidak juga berpuasa karena sedang haid. Dosa tidak melaksanakan dua rukun Islam ini sangat besar, dan kedua anak muslim ini sama-sama tidak melaksanakannya. Bedanya, Budi mendapat dosa yang besar sekali dan Tuti tidak berdosa. Jadi lebih enak yang mana?

 Jika kasusnya dibalik, Budi melaksanakan shalat dan puasa, sedangkan Tuti tidak. Bukankah Budi mendapatkan pahala besar sedangkan Tuti tidak ?. Betul, karena Budi melakukan sesuatu dan Tuti tidak. Seandainya Tuti melakukan hal yang sama beratnya dengan puasa dan shalat, maka Tuti akan mendapatkan pahala yang sama atau hampir sama dengan Budi.

Sebagai contoh. Suatu ketika salah seorang istri Rasulullah saw yang bernama Juwairiyah duduk di atas sajadahnya berzikir. Rasulullah saw melihat itu sebelum beliau berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat subuh. Pulang shalat sekitar waktu dhuha, Rasulullah saw melihat istrinya masih dalam posisi yang sama. Dugaan penulis, beliau tidak ke masjid karena haid, meski dalam teks tidak dijelaskan kondisi ini. Lalu beliau bertanya apa yang istrinya lakukan. 

Juwairiyah pun menjelaskan bahwa sejak sebelum subuh sampai waktu dhuha ini beliau asyik berzikir mengucap beberapa kalimat tertentu. Rasulullah saw pun memberikan tips menarik, beliau bersabda: Tidakah kamu mau aku ajarkan zikir 4 kalimat yang kamu ulangi sebanyak 3x, maka pahalanya sama dengan zikir kamu yang dari sebelum subuh sampai sekarang. Istri menjawab tentu saja dan Rasulullah saw pun mengajarkan wirid/zikir yang dimaksud: Subhanallah wa bihamdihi ‘adada khalqihi, wa ridha nafsihi, wa zinata ‘arsyihi, wa midada kalimatihi. (Maha Suci Allah dan Segal puji bagi-Nya sebanyak jumlah ciptaannya, dan sebesar ridho-Nya, dan seberat singgasana-Nya, dan sepanjang kalimat-Nya). (HR Musim dan Arba’ah)

Sungguh luar biasa ajaran Rasulullah saw ini untuk kaum perempuan, meski tidak khusus untuk mereka, terutama bagi mereka yang sedang haid atau nifas. Zikir di atas, hanya memerlukan waktu sekitar 5 detik. Walhasil, satu menit bisa mengucakannya 10 kali. Jika dilakukan selama satu jam, maka sudah 600 kali ucap. Berapa pahala yang didapat oleh seorang wanita yang sedang haid, namun dia tetap berzikir mengucapkan kalimat yang diajarkan oleh Rasulullah saw tadi?

Haid dan nifas bukanlah hal yang berdampak dosa. Orang yang sedang haid atau nifas masih dapat melaksanakan amalan atau ibadah selain shalat dan puasa. Itu terbuka dan Islam sudah mengajarkan kaum perempuanya ke arah itu.

Selain bukti teoritis di atas. sejarah juga mencatat bahwa berapa banyak kaum muslimah yang lebih alim, lebih shalih, lebih wara’, lebih ta’at dan lebih bertaqwa ketimbang mayoritas kaum muslimin pada zaman yang sama. Hafsah ibn Sirin, Rabiah Adawiyah merupakan contoh yang membuktikan bahwa pintu surga terbuka lebar buat perempuan, selebar pintu itu terbuka untuk laki-laki.

Ketika Rasulullah saw bersabda: Surga itu lebih dekat kepada setiap orang dari kalian, dibanding sandal dengan pasangannya, demikian halnya dengan neraka. (HR. al-Bukhari dan Ahmad) Pesan ini disampaikan untuk laki-laki dan perempuan. Walhasil, tidak benar anggapan bahwa perempuan lebih mudah masuk nerakanya dibanding laki-laki. Atau laki-laki lebih mudah masuk surga ketimbang perempuan. Wallahu a’lam. /MLF

Cerita-cerita Frida Designed by Frida Nurulia