Monday, September 12, 2011

Hadits marfu’ ialah: perkataan, perbuatan atau ikrar yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., baik sanad hadits tersebut bersambung-sambung atau terputus, dan baik yang menyandarkan hadits itu sahabat, maupun lainnya.

Definisi ini memungkinkan hadits muttashil, mursal, munqathi’, ma’dlal dan mu’allaq menjadi marfu’. Sedang hadits mauquf dan hadits maqthu’, tak dapat menjadi marfu’ bila tak ada qarinah yg memarfu’kannya. Dengan demikian, dapat diambil ketetapan, bahwa tiap-tiap hadits marfu’ tidak selamanya bernilai shahih atau hasan, tetapi setiap hadits shahih atau hasan tentu marfu’ atau dihukumkan marfu’.

Klasifikasi Hadits Marfu’
Mengingat bahwa unsur-unsur hadits itu dapat berupa perkataan, perbuatan maupun ikrar Nabi, maka apa yang disandarkan kepada Nabi, itu pun dapat diklasifikasikan menjadi: Marfu-qauly, Marfu’-fi’ly dan Marfu’-taqriry. Dari ketiga macam hadits marfu’ tersebut, ada yang jelas –mudah dikenal- rafa’nya dan ada pula yang tidak jelas rafa’nya. Yang jelas (sharih) disebut marfu’-haqiqy, dan yang tidak jelas (ghairu sharih) disebut marfu’ hukmy.

1.       Marfu’ Qaul-Haqiqy
Ialah apa yg disandarkan oleh sahabat kepada Nabi, tentang sabdanya, bukan perbuatannya atau ikrarnya, yang dikatakan tegas bahwa “Nabi bersabda”. Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan lafadh qauliyah: Aku telah mendangar Rasulullah bersabda …

Cara pemberitaan sahabat yang demikian ini, menunjukkan adanya kepastian dan sekaligus member keyakinan benar-benar kepada kita, bahwa beliau bersabda. Contoh hadits marfu’ qauly-haqiqy:
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah bersabda: shalat jama’ah lebih utama dua puluh tujuh tingkatan daripada shalat sendirian.” (HR: Bukhari dan Muslim)

2.       Marfu’ Qauly-Hukmy
Ialah hadits marfu’ yang tidak tegas penyandaran sahabat terhadap sabda Nabi, melainkan dengan perantaraan qarinah yang lain, bahwa apa yang disandarkan sahabat itu berasal dari sahabat Nabi. Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan kalimat: aku diperintah begini…; aku dicegah begitu…

Contoh hadits Marfu’ Qauly Hukmy adalah hadits Anas r.a.:
Bilal diperintah menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqamat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Perkataan sahabat Anas r.a. menjelaskan bahwa sahabat Bilal diperintah menggenapkan bacaan-bacaan adzan dan mengganjilkan bacaan iqamat, dihukum marfu’, dan karenanya hadits yang demikian itu dapat dibuat hujjah. Sebab pada hakikatya, si pemberi perintah itu tidak ada lain kecuali Nabi Muhammad saw.

3.       Marfu’ Mi’ly-Haqiqy
Ialah apabila pemberitaan sahabat itu dengan tegas menjelaskan perbuatan Rasulullah saw. Contohnya:
Dari ‘Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. berdoa di waktu shalat, ujarnya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan utang’.”

4.       Marfu’ Fi’ly-Hukmy
Ialah perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapan Rasulullah atau dikerjakan di zaman Rasulullah masih hidup. Kalau perbuatan sahabat itu tidak disertai suatu penjelasan atau tidak dijumpai sesuatu qarinah yang menunjukkan di zaman Rasulullah, bukan dihukumkan hadits marfu’, melainkan dihukumkan sebagai hadits mauquf. Sebab mungkin adanya persangkaan yang kuat, bahwa tindakan sahabat tersebut di luar pengetahuan Rasulullah saw. Contoh hadits Marfu’ Fi’ly-Hukmy, seperti:
Jabir r.a. berkata: Konon kami makan daging kuda di waktu Rasulullah saw. masih hidup.” (HR. An-Nasa’iy)

5.       Marfu’ Taqriry-Haqiqy
Ialah tindakan sahabat di hadapan Rasulullah dengan tiada memperoleh reaksi, baik reaksi itu positif maupun negatif. Contoh: Pengakuan Ibnu Abbas r.a.:
Kami bershalat dua raka’at setelah matahari tenggelam. Rasulullah mengetahui perbuatan kami, namun beliau tidak memerintahkan dan tiidak pula mencegah.

6.       Marfu’ Taqriry-Hukmy
Yaitu apabila pemberitaan sahabat diikuti dengan kalimat-kalimat Sunnatu Abi Qasim, sunnatu Nabiyina atau mina’s-sunnati. Contoh, perkataan ’Amru Ibni’l-‘Ash r.a. kepada Ummu’l Walad:
Jangan kamu campur-adukkan pada kami sunnah Nabi kami.” (Abu Dawud)

Pengertian kata Sunnah Abi Qasim, Sunnah Nabi kami dalam hadits seperti tersebut, tidak lain bearti Sunnah Nabi Muhammad saw. Akan tetapi kalau yang memberitakan dengan kalimat mina’s-sunnati dan yang sejenisnya seorang tabi’iy, maka hadits tersebut bukan hadits marfu’, tetapi disebut dengan hadits-mauquf.

Hadits yang dianggap marfu’
Selain yang tersebut di atas, terdapat pula beberapa ketentuan untuk menggolongkan hadits kepada hadits marfu’.

Apabila dalam memberitakan itu, diikutkan dengan kata-kata seperti:  yarfa’uhu, rafa’ahu, marfu’an, riwayatan, yarwihi, yanmihi, ya’tsuruhu atau yablughubihi. Contoh hadist al’Araj:
Dari abu Hurairoh r.a. yang ia rafa’kan kepada nabi: Manusia itu menjadi pengikut orang Quraisy” (HR. Bukhari, Muslim)

Tafsir sahabat yang berhubungan dengan Asbabu’n-Nujul surat al-Baqarah ayat 223:
Konon orang Yahudi berkata: barang siapa yang menyetubuhi istrinya dari belakang, lahirlah anak yang dihasilkannya itu juling.”

Sesuatu yang bersumber dari sahabat yang bukan semata-mata hasil pendapat dan ijtihad beliau sendiri. Misalnya:
Ibnu Umar dan Ibnu Abbas r.a. sama-sama berbuka puasa dan mengqasar shalat dalam perjalanan sejauh empat barit (18.000 langkah).” (HR. Bukhari)

Hadits musnad (muttashil dan marfu’) itu belum tentu shahih atau hasan. Dengan demikian hadits musnad itu ada juga yang dha’if, bila ada salah satu dari syarat hadits shahih tidak dipenuhinya.  Misalnya salah seorang rawinya adalah orang fasik atau orang yang tidak dikenal identitasnya.

Kesimpulannya:
  1. Setiap hadits shahih atau hasan, tentu musnad, yakni muttashil dan marfu’
  2. Hadits muttashil, belum tentu musnad. Sebab diantara hadits muttashil itu ada yang tidak marfu’. Dengan demikian hadits muttashil itu belum tentu shahih atau hasan. Ia akan dihukumi sebagai hadits dha’if, bila tidak marfu’ atau tidak dianggap marfu’.
  3. Hadits marfu’ belum tentu musnad. Sebab diantara hadits marfu’ ada yang tidak muttashil. Padahal yang dikatakan musnad itu harus marfu’ dan muttashil. Dengan demikian hadits marfu’ itu tidak selalu shahih atau hasan. Ia ada yang dha’if bila tidak muttashil.


Sumber: Musthalatul Hadits oleh Drs. Fatchur Rahman

Cerita-cerita Frida Designed by Frida Nurulia