Mitos 7: "Belajar Pengucapan itu Tidak Penting"
Oleh: Tomasz P. Szynalski
Diterjemahkan oleh: Frida Nurulia
Banyak pembelajar
bahasa berasumsi bahwa pengucapan (pronounciation) mereka cukup baik karena guru tidak
mengkoreksi terlalu sering atau karena murid lain dapat mengerti.
Faktanya:
Pembelajar seperti itu malah sering melakukan kesalahan fatal karena dua alasan:
- Mayoritas guru mengabaikan seluruh kesalahan pengucapan kecuali yang paling fatal. Biasanya mereka hanya membiarkan murid berbicara dan hanya mengkoreksi jika murid mengucapkan sesuatu yang sama sekali tidak dapat dipahami. Salah satu alasannya adalah sedikitnya waktu untuk memperbaiki kesalahan tiap murid dalam kelas. Alasan lainnya, guru sering tidak tahu bagaimana caranya membantu murid yang buruk kemampuan pengucapannya. Hasilnya, pengucapan adalah subjek yang paling diabaikan dalam pembelajaran bahasa.
- Jika kamu orang Indonesia dan murid lain juga Indonesia asli, maka akan sangat mudah bagi mereka untuk memahamimu, tidak peduli seberapa kental aksen/ logat bahasa Indonesiamu.
Dari alasan di atas, jika kamu percaya bahwa pengucapanmu cukup baik karena guru dan murid lain dapat mengerti, kamu mungkin akan
terkejut ketika pergi ke luar negeri dan berbicara dengan penutur asli. Salah
satu teman saya adalah murid terbaik dalam kelas bahasa Inggris di Polandia.
Ketika dia harus bekerja di U.S, dia baru sadar bahwa orang America tidak mengerti
sebagian yang dia ucapkan.
Bagaimana jika kamu bisa memahami apa yang kamu ucapkan dalam bahasa asing? Apakah masih perlu untuk belajar pengucapan?
Fakta:
Tentu, karena
penguncapanmu mungkin masih cukup jauh dari penutur asli. Bila ini permasalahannya, orang lain akan kesulitan untuk memahami apa yang kamu ucapkan dan tidak
nyaman ngobrol denganmu. Bahkan mungkin mereka akan menghindar karena hal
ini.
Ketika saya ikut
sekolah bahasa di Inggris, saya tidak nyaman ngobrol dengan murid dari negara lain yang terus-terusan salah mengucapkan kata-kata bahasa Inggris.
Tentu, mereka dapat dimengerti pada akhirnya, namun butuh usaha yang
lebih keras dan saya sering terpaksa bertanya balik agar yakin bahwa bahwa saya sudah memahami mereka dengan benar.
Intinya, jika harus memilih, saya mending berbicara dengan orang yang aksennya mirip British
atau American English. Lebih nyaman dan menyenangkan.
Masalah lain jika
pengucapan tidak seperti penutur asli, orang lain mungkin akan berasumsi
bahwa dia lambat dan memperlakukannya dengan cara agak merendahkan - contohnya,
berbicara lebih lambat dan keras, seolah ada masalah dengan daya
pahamnya.
Kesimpulan
Sebagai penutup,
jangan berfikir bahwa kamu dapat berbicara dalam bahasa asing sampai sudah
mengujicobakan kemampuan dengan penutur asli (yang bukan gurumu). Jika yakin bahwa aksenmu dapat dimengerti, capailah kemampuan pengucapan seperti
penutur asli, sehingga orang yang berbicara denganmu merasa nyaman dan senang. Untuk mencapai ini, kamu harus mulai berfikir untuk serius mempelajari pronounciation.
Sumber: Antimoon