Wednesday, May 22, 2013

Gara-gara saya menshare status Fahmi Amhar yang ini, lapak saya jadi tempat diskusi vaksin lagi.
Saya jadi ingin memuntahkan hal yang sering disalahpahami oleh orang yang menolak atau tidak menolak vaksin, yaitu sikap bahwa ini urusan individual, tentang anak kita saja.

Oh my god... vaccine issue is not merely about my/your children! But it is about our children, all children in the world.

Ibu-ibu yang tidak memvaksin anaknya sering tidak sadar bahwa vaksin itu terkait dengan kesehatan masyarakat. Banyak yang mikir isu ini cuma tentang kesehatan anaknya sendiri saja. Jadi, mereka puas saja ketika anaknya sehat. Mereka lupa kalau seorang anak bisa saja tidak sakit namun menjadi carrier sebuah penyakit dan menularkan pada anak lain.

Atau dengan teori bahwa tubuh manusia memiliki sistem imun mereka mencukupkan dengan itu. Yap, benar bahwa tubuh memang memiliki sistem imun. Tapi sedewa itukah sistem imun manusia? Okelah kita anggap saja bahwa manusia memang memiliki imun super dan semua penyakit bisa kalah hanya dengan imun itu. Dengan premis seperti ini pun tetap saja kita tidak bisa menafikan sunatullah bahwa ketika virus menginfeksi sebuah tubuh, imun butuh waktu untuk melahirkan obatnya. Cara kerja imunitas kan seperti ini:

Percakapan antara virus dengan imun pada tubuh yang tidak divaksin:

Ketua Virus: "Ayo kawan-kawan... kita taklukkan daerah ini. hohoho"
Pasukan virus: "Ayo... serbu...!"

*di belahan tubuh yang lain*

Mata-mata imun: "Lapor pak ketua imun, kita diserang oleh virus tidak dikenal. Kita harus segera melawan!"
Ketua imun: "Baik, segera kirimkan mata-mata untuk mencuri informasi tentang mereka. Cari tau bagaimana cara kerja dan susunannya. Segera laksanakan prajurit!"

Seminggu sampai dua minggu kemudian....

Mata-mata imun: "Lapor pak ketua imun, saya sudah mendapatkan segala informasi musuh kita! Dan tim kita sudah menemukan senjata yang bisa mengalakan mereka."
Ketua imun: "Baik, segera produksi senjata untuk mengalahkan mereka!"

*ketika imun sedang memproduksi senjata, virus juga sedang memproduksi prajurit dengan jumlah yang lebih banyak lagi*

Akhirnya terjadilah perang besar di dalam tubuh. Ini perang yang sangat berat karena pasukan musuh sudah terlalu banyak. Banyak imun yang mati syahid. Setelah sekuat tenaga berusaha, alhamdulillah... akhirnya pasukan imun tubuh menang melawan virus penyakit.

Sekarang mari kita menguping percakapan antara virus dan imun pada tubuh yang divaksin:


Ketua Virus: "Ayo kawan-kawan... kita takhlukkan daerah ini. hohoho"
Pasukan virus: "Ayo... serbu...!"

*Di bagian tubuh yang lain*

Mata-mata imun: "Lapor pak ketua imun, kita diserang oleh virus yang identik dengan virus yang pernah masuk ke wilayah kita beberapa tahun yang lalu."

Ketua imun: "Apakah kita punya data tentang senjata yang bisa mengalahkannya?"

Mata-mata imun: "Punya pak, semua catatan tersimpan dengan baik dan kita masih punya senjata sisa perang dengan mereka dahulu."

Ketua Imun: "Baik, segera serang mereka dan perintahkan sebagian yang lain untuk memproduksi senjata lebih banyak!"

Terjadilah perang. Pasukan virus kaget bukan main karena pasukan imun sudah mengenali mereka dan tau cara mengalahkan mereka secepat itu. Alhamdulillah... akhirnya perang ini pun berakhir dengan kemenangan.


Para Prajurit Sistem Imun

Apa perbedaan dari kedua cerita di atas? Akhirnya sama-sama sembuh (karena saya suka happy ending) namun yang pertama lebih lama prosesnya. Kalau pakai teori probabilitas, orang yang sakit lebih lama kemungkinan untuk menularkannya pada orang lain lebih besar dari pada yang sembuhnya cepat. Iya gak? Kalau orang yang ditularinya juga tidak divaksin ya sudah, pola yang sama akan terulang lagi. Kalau begitu terus wabah deh (bagi yang anaknya bergaul (atau hidup) bersama non vaksin hati-hati ya).


***

Pembaca yang budiman, vaksin adalah program untuk melindungi kita dari penyakit dan wabah penyakit. Untuk mencegah wabah terjadi salah satunya adalah dengan membuat tubuh mampu melindungi dan mengalahkan penyakit wabah ketika datang. Dan selama virus yang hobinya mewabah itu masih hidup di salah satu manusia di bumi ini maka kemungkinan terjadinya wabah masih ada. 

Keberhasilan program vaksin hanya terjadi jika virus penyebab penyakit tersebut tidak memiliki tempat berkembang sama sekali dan akhirnya punah. Contoh penyakit yang sudah punah adalah cacar variola aka smallpox. Untuk memunahkan virus ini butuh waktu puluhan tahun dan kekompakan semua negara di dunia untuk menjalankan progrgam vaksin. Jika ada satu kelompok yang gak kompak yang lain bisa jadi korban. Sekarang virus variola sudah punah, kasus terakhir tahun 1978. WHO sampe bikin monumen untuk mengingatkan umat manusia atas perjuangan ini.

Efek tidak divaksin secara kolektif tidak telihat besok atau lusa namun 10-15 tahun kemudian. Ambil contoh di salah satu negara bagian AS, awal 90an banyak ibu yang tidak memvaksin HiB anaknya karena terpapar isu anti vaksin. Sekitar 10 tahun kemudian HiB mewabah (padahal sudah 20 tahun gak ada kasus semisal di sana). Baru-baru ini juga terjadi wabah campak di Inggris. Mereka yang kena wabah mayoritas adalah anak yang orang tuanya percaya isu bahwa vaksin menyebabkan autis (isu ini populer di Inggris akhir tahun 90an). Beritanya bisa dibaca disini.

Selain dari hal-hal di atas, ketika terjadi perdebatan tentang vaksin orang-orang kadang tidak bisa membedakan fakta dan opini. Kalau ada dokter yang bilang "Menurut saya vaksin tidak wajib bla bla bla" atau sebaliknya "Menurut saya vaksin itu baik bla bla bla" itu adalah opini. Kita gak boleh percaya opini begitu saja tanpa meneliti fakta yang jadi landasan opini orang itu.

Sementara itu catatan tentang wabah, data anak yang tanpa vaksin lalu terjangkit penyakit dan anak yang divaksin terjangkit penyakit itu adalah fakta. Menurut saya kita perlu membaca data-datanya secara langsung  (yang bentuknya jurnal lebih baik) juga agar bisa berdiri dari pendapat sendiri tanpa tergantung sepenuhnya pada pendapat orang lain (yang kadang gak jelas juga landasan dia ngomong itu apa).

Last but not least

Belajar sejarah dong. Banyaknya kelompok Islam yang secara ekstrim menolak vaksin (biasanya percaya bahwa vaksin adalah konspirasi Yahudi) cuma menunjukkan minimnya mereka membaca sejarah vaksin yang valid. 

Vaksin pertama kali dipraktekan oleh dokter muslim pada masa khilafah abad 18. Metodenya masih berbahaya sekali, yaitu menyuntikkan virus beneran (tanpa dilemahkan) dari penderita cacar variola ringan ke tubuh orang yang sehat. Resikonya besar! Banyak yang cacat bahkan yang meninggal sampai 2%. Namun, terlepas dari ada yang meninggal dan cacat, yang selamat lebih banyak lagi. Sebelum metode ini dilakukan hampir seperempat penduduk terjangkit cacar variola dan 90% dari mereka meninggal. Karena itu lah metode ini tetap dilakukan bahkan tersebar sampai ke negara Eropa.

Di Inggris Edward Jenner menemukan cara untuk melemahkan virus terlebih dahulu. Itulah makanya Jenner disebut sebagai penemu vaksin. Masih panjang sejarahya, kalau dibaca bisa sampe ke Louis Pasteur dan pembangunan Biofarma di jalan Pasteur di Bandung. Btw, Biofarma memproduksi vaksin untuk lebih dari 50 negara loh (Termasuk negara Timur Tengah). Dan setahu saya yang kerja di sana kebanyakan muslim deh, bukan Yahudi. hehehe

Selamat belajar!
CMIIW

Pamulang,
22 Mei 2013

2 comments

ibu izin share ya..kebetulan banyak bumil yang nanya..

REPLY

Iya. Silahkan :)

REPLY

Cerita-cerita Frida Designed by Frida Nurulia