Pelajaran Berharga dari Pembuatan SIM Abah
Tahun 2011 lalu Abah[1]
bikin SIM A dan C baru karena SIM sebelumnya udah expired. Kenapa gak
diperpanjang aja? Malangnya SIM tersebut terbitan Polda Sumut, sedangkan abah
sekarang berdomisili di Kabupaten Karawang, Jabar. Sebenarnya abah bisa aja meminta
perpanjangan SIM dengan cara memindahkan berkas SIMnya dari Medan ke Polres
Karawang, tapi cara ini akan memakan waktu lebih lama dan biaya yang lebih
mahal dibanding membuat SIM baru.
Dengan membawa surat keterangan sehat dari dokter dan dua
lembar fotokopi KTP, Abah pun mendaftar di meja pendaftaran Polres Karawang.
Setelah mendaftar abah diberi nomor ujian yang dicetak gede dan dilaminating.
Tidak lama menunggu, abah kemudian dipersilahkan mengikuti ujian teori di
ruangan ujian. Ujian dilaksanakan secara audio visual, pilihan jawaban A, B dan
C dipilih dengan cara memencet tombol. Begitu ujian selesai kita langsung tahu
apakah lulus atau tidak dan berapa skornya.
Setelah itu peserta yang lulus dipersilahkan ke lapangan untuk
mengikuti ujian praktek. Setelah para peserta diberi kesempatan untuk mencoba
lintasan beberapa kali, kemudian ujian dilaksanakan. Alhamdulillah abah saya
lulus di ujian praktek SIM C dan A[2]
(walaupun awalnya khawatir karena gosipnya mobil polisi yang digunakan untuk ujian
koplingnya agak rusak). Peserta yang lulus lalu diminta membayar biaya administrasi
ke loket BRI (tersedia di lokasi), mengisi formulir, foto dan menunggu sekitar
10 menit sampai kartunya jadi.
Untuk semua urusan ini abah mengacungkan jempol untuk
jajaran Polres Karawang, karena pengurusan SIM ini mudah, jelas alur kerjanya, transparan,
biayanya murah dan jelas dibayarkannya kepada siapa. Tidak sampai 3 jam sejak datang
di meja pendaftaran, abah sudah bisa pulang membawa SIM baru.
Pengalaman abah ini meninggalkan beberapa catatan
penting yang bisa kita jadikan pelajaran berharga.
Pertama, walaupun proses yang dibuat polisi mudah dan murah
ternyata masih ada saja yang memilih ‘jalan lain’. Di Polres orang yang foto
dan mengisi formulir pembuatan SIM lebih banyak daripada yang lulus ujian
praktek. Kok bisa? Ternyata orang-orang yang tidak lulus ini lewat ‘jalan
belakang’, katanya harganya bisa 300 ribu untuk SIM C dan 350 ribu untuk SIM A.
Padahal, menurut abah ujiannya mudah sekali loh. Untuk ujian
tulis pertanyaannya hanya 30 dan isi pertanyaannya juga mudah karena menanyakan
pengetahuan berlalulintas yang sangat mendasar. Harusnya soal tersebut termasuk trivia bagi
calon pengendara. Tapi dengan soal ujian yang mudah pun, persentase kelulusan
ujian teori cuma sekitar 60%-75%. Jumlah kelulusan ujian praktek lebih parah
lagi, yaitu sekitar seperlima peserta ujian praktek. Padahal, lintasan yang
diujikan juga biasa saja, bukan track yang aneh-aneh seperti di Fear
Factor.
Jadi, sebenarnya orang yang gak lulus adalah orang yang
belum paham hal-hal mendasar berlalu lintas dan belum mahir berkendara.
Sayangnya mereka ini bukannya intropeksi diri dengan belajar dan latihan lagi
tapi malah menyogok oknum polisi. Kalau begini kondisinya wajar kondisi jalanan
di Indonesia macam hutan rimba, banyak yang gak taat aturan dan gak mahir
mengendarai kendaraannya.
Kedua, sebaik apapun aturan yang dibuat jika kita tidak
memiliki kesadaran untuk menjalankan dan mengontrolnya maka efek baik dari
aturan tersebut tidak akat terlihat.
Syahdan, mau sampai kapan kita melestarikan hal ini? Ayo,
kita mulai bersikap jujur mulai sekarang.
[1]
Panggilan saya untuk bapak.
[2] Abah
membuat SIM A dan SIM C bukan di hari yang sama, cuma tidak saya ceritakan
detail biar singkat. J
2 comments
Suka. Kejujuran mulai mahal di Indonesia.
REPLYterimakasih ya sudah berpartisipasi sigana uang sundanya? hehe
Ibu saya asli sunda teh, kalo Abah orang Palembang aslinya. Jadi saya palsu (Palembang Sunda) hehehe...
REPLY