Alam (dan) (versus) Manusia
Dalam sebuah
pertemuan Akademi Bercerita saya ditugaskan untuk mencari antonim kata, merenungkannya
dan menuliskannya. Saya pun memilih kata alam untuk dipikirkan apa antonimnya
dan merenungkan mengapa kata itu dinobatkan sebagai antonim.
Apa antonim dari Alam? Saya pikir dalam bahasa Indonesia tidak ada lawan kata
yang pasti untuk alam. Dalam bahasa Inggris juga begitu, ketika saya melihat
kamus digital Merriam Webster ternyata tidak ada entri ‘antonym’ untuk kata
‘nature’ namun adanya ‘near antonym’. Entri ‘near antonym’ itu diisi dengan
kata ‘nothingness’ dan ‘void’ yang dua-duanya bearti ‘kekosongan’ mungkin ini
karena salah satu definisi nature adalah essence.
Sayang KBBI daring tidak dilengkapi dengan entri sinonim dan antonim seperti Merriam Webster jadi kita tidak tau secara etimologis kata ‘alam’ berantonim dengan kata apa (yah setidaknya yang mendekati).
Sayang KBBI daring tidak dilengkapi dengan entri sinonim dan antonim seperti Merriam Webster jadi kita tidak tau secara etimologis kata ‘alam’ berantonim dengan kata apa (yah setidaknya yang mendekati).
Setelah berfikir
keras sejenak di Wahana Penulis kemarin yang muncul di kepala saya kata
‘manusia’. Hm, kenapa kata ini yang muncul? Alam bawah sadar saya mungkin
menyimpan asumsi bahwa manusia adalah penyebab utama alam itu rusak. Pemikiran
ini gak mungkin muncul tiba-tiba kalau gak ada faktanya. Sekarang, di banyak
tempat itulah yang terlihat. Alam yang rusak karena perbuatan manusia.
Jadi teringat terjemahan surat ar-rum 41
yang berbunyi:
Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar) [TQS: Ar-Rum: (41)]
Manusia
memanfaatkan alam untuk hidup, jadi harusnya alam dan manusia bisa hidup berdampingan
dengan baik. Dalam al-Quran juga termaktub bahwa alam yang Allah kasih akan
cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh makhluk hidup. Ini jaminan Allah loh.
Hanya saja manusia sekarang memanfaatkan alam bukan hanya untuk memenuhi
kebutuhannya tapi juga untuk memenuhi keinginannya.
Sayang Allah gak menjamin
bahwa alam ini bakal cukup untuk memenuhi seluruh keinginan manusia. Karena
keinginan manusia gak terbatas. Rosul bahkan pernah bilang keinginan atau
angan-angan manusia itu melampaui umurnya/ajalnya. Di Quran juga ditulis kalau
yang menghentikan nafsu manusia cuma tanah kuburnya[1].
Sad but true. Kalau kita melihat sekeliling atau bahkan diri kita
sendiri kita akan membenarkan hal itu. Bukankah apa yang kita beli, miliki dan
pakai selama ini sebagiannya gak benar-benar kita butuhkan? Minimal kita
berangan-angan untuk memiliki lebih dari yang kita butuhkan. Saya tidak
terkecuali.
Di sisi lain
manusia memiliki pilihan dan kuasa untuk menjaga alam. Kalo bahasa Qurannya sih
‘menjadi khalifah di muka bumi’ yang salah satu tugasnya adalah menjaga bumi.
Manusia diberikan hawa nafsu, tapi juga dititipin akal untuk berfikir dan
mengelola hawa nafsunya. Jadi sebenernya kalau mau ya bisa aja kita bersahabat
baik dengan alam, khususnya bumi tempat kita tinggal. Semoga kelak manusia bukan
lagi jagi antonimnya alam namun menjadi kata yang sejajar dengannya dan
menggandeng kata tersebutt dengnan kata sambung ‘dan’ bukan ‘versus’.
Last, izinkanlah
saya mengutip satu ayat lagi untuk kita renungkan:
Dan apabila dikatakan kepada mereka:
“Janganlah kalian merusak di bumi,” mereka menjawab: "Sesungguhnya kami
(adalah) orang yang membangun." [TQS: al-Baqarah:
11]