Cerita Trisemester Pertama: Test Pack
Dulu saya pikir kalau suatu hari test pack saya bergaris dua
maka saya akan jingkrak-jingkrak, membungkus test pack itu di kertas kado
sebagai hadiah kejutan untuk suami. Nyatanya, ketika dua garis itu muncul
tanggal 31 Mei yang lalu saya ketakutan setengah mati. Sebagian hati saya
merasa lega karena akhirnya bisa hamil dengan proses alami setelah tiga tahun
tiga bulan menikah, alhamdulillah. Setengah hati lagi merasa hancur karena –
saat itu – saya pikir kehamilan ini harus saya relakan. Lega dan kecewa, senang
juga takut, ambivalen. Mata saya berair di kamar mandi (dan saat menulis ini
pun saya menangis lagi hehe). Ketika saya beri tahu suamipun (tanpa kertas
kado) saya lupa ekspresinya karena terlalu sibuk dengan pikiran sendiri.
Jumat, 29 Mei
Hari itu saya pergi ke Gelora Bung Karno (GBK) karena jadi
panitia acara besar bernama Rapat dan Pawai Akbar. Diperkirakan pesertanya
lebih dari 100.0000. Sejak hari Jumat saya sudah di TKP dan malamnya nginep
bersama panitia perempuan lainnya. Sementara suami bertugas untuk jadi keamanan
salah satu bus peserta ibu-ibu. Jadi dia tidur di rumah.
Pas saya ketemu teman-teman panitia divisi saya mereka pada
nanyain “Udah keluar belum?” (Maksudnya
udah keluar belum darah haidnya). Soalnya sejak rapat seminggu sebelumnya saya
udah merasakan tanda tanda haid seperti payudara nyeri, perut keram, badan gak
enak. Tapi darahnya gak keluar-keluar. Pas saya jawab ke teman saya “belum”
mereka pada seneng “hamil kali...”, saya aminin aja sambil cengar cengir.
Walaupun setelah 3 tahun gak hamil-hamil membuat saya gak terlalu mikirin dan
berharap, biar pas haid gak terlalu kecewa. Bisa aja kan, saya telat karena
stress ngurusin acara besar. Belum lagi bulan itu saya dan suami sama-sama
sibuk, saya juga beberapa kali harus ke luar kota untuk rapat dan pelatihan.
Ruangan tempat saya istirahat itu ruangan atlit yang ACnya
dingin banget (katanya). Saya malah kegerahan. Malam itu kami masih mengerjakan tugas sampai agak larut. Malam itu tanpa feeling apa apa
saya tidur dengan nyenyak.
Teman satu tim di ruang istirahat |
Sabtu, 30 Mei
Yuhuuu… Hari H yang ditunggu, hari H yang menegangkan pun
tiba. Pagi-pagi saya sms dan WA suami nanya dia dan peserta ibu ibu udah sampai
atau belum. Tidak dibalas. Nelpon gak diangkat. Saya khawatir. Jangan jangan
suami kesiangan dan ketinggalan bus yang mestinya dia jaga. Taunya benar. Suami kesiangan, baru bangun pas adzan subuh.
Padahal bus berangkat tepat setelah shalat subuh.
Kesel banget. Kenapa bisa di acara sebesar dan sepenting ini
telat… Doh! Otomatis suami berangkat naik kereta, motor diparkir di
stasiun. Karena dia gak jadi naik bus bareng ibu-ibu otomatis pulang juga naik
kereta dan motor.
Siangnya setelah acara selesai suami nanya saya pulang naik
apa, sama teman-teman atau mau sama dia. Setelah melihat sikon, teman-teman
panitia lainnya kebanyakan dari Jakarta dan Bogor, jadi saya memutuskan untuk
pulang bersama suami.
Kami bertemu di depan gerbang. Saya masih bete sama dia,
tapi menahan diri untuk tidak marah. Saya langsung berikan tas ransel saya yang
berat, dia terima. Di sekitar senayan macet luar biasa, bayangkan ratusan bus
yang mengangkut ratusan ribu peserta antre keluar masuk. Kami jalan kaki menuju
stasiun Palmerah.
Di jalan saya tanya kenapa telat, dan suami cerita kalau
tadi malam rapat panitia sampai lewat tengah malam dan sampai rumah jam satu
lewat. Dia berniat untuk tidak tidur karena tahu pasti akan kesiangan. Tapi apa
daya, karena lelah dia jatuh tertidur. Saya merasa gak enak karena udah kesel sama dia tanpa tahu
masalah seutuhnya. Rasanya waktu itu gak enak sama suami, ngantuk dan capek
ditambah masih harus jalan kaki GBK – Palmerah.
Long story short, kami sampai di stasiun Sudimara (Tangsel).
Lalu naik motor dari tempat parkir. Saat itu saya pakai Abaya hitam yang ada
sayapnya (semacam rompi panjang yang menyatu dengan bajunya). Karena gak
memperhitungkan akan pulang dengan saya suami gak bawa helm cadangan. Jadi saya
duduk nyamping tanpa helm.
Karena ngantuk saya gak konsentrasi. Tiba-tiba badan saya
ketarik baju yang masuk jari-jari, refleks saya narik badan suami sambil
teriak. Kami berdua jatuh, kepala saya terbanting ke aspal, terseret sebentar.
Warga di sekitar mencoba menolong melepaskan saya dari motor, gak bisa. Lilitan
bajunya terlalu parah. Akhirnya ada yang bawa gunting dan menggunting baju saya
dari pinggang sampai kaki. Saya terlepas, digendong suami ke tempat yang aman,
dan dibaringkan.
Saya di bawa ke klinik Sehati, klinik dekat rumah dengan
angkot. Langsung ditindak oleh Dokter Faisal yang wajahnya kayak orang India.
Luka di sana sini dibersihkan, dagu dijahit 5 jahitan. Dia juga mengecek apakah
kepala saya cedera dengan memasukkan kelingkingnya ke telinga, saya teriak kesakitan.
Selama saya ditindak suami terlihat syok, wajahnya pucat sampai akhirnya dia
jatuh ke lantai. Di situ saya sadar, dia lebih sakit melihat saya kesakitan
dari pada menahan sakit lukanya sendiri.
Kami ditangani sama dokter yang kocak banget, saya tertawa
kecil terus menerus (sambil meringis kesakitan) karena dibecandain sama
dokternya. Sebenarnya, saya sengaja begitu biar suami berfikir saya baik baik
saja. Setelah saya ditindak, tangan suami yang luka dibersihkan.
Suami cuma luka telapak tangannya karena sempat terseret di aspal.
Dokter menyarankan saya untuk di CT Scan dan Rontgen kepala,
dia khawatir ada cedera di dalam. Saya lalu cerita ke suami kalau saya telat
haid, setelah suami menyampaikan ke dokter tentang hal itu dia langsung
meubah resep yang sudah dia tulis. Dia juga minta supaya di RS saya diperiksa lebih menyeluruh
termasuk memastikan saya hamil atau enggak.
Gak lama, adik ipar ke klinik dengan mobil, bersama suami ke tempat
kecelakaan mengambil barang-barang yang ditinggalkan termasuk motor. Setelah
adik ipar pulang, saya dan suami langsung berangkat ke salah satu RS di daerah
Ciputat naik mobil, motor dibawa ipar ke rumah.
Di Rumah Sakit…
Saya menunggu di ruang tunggu karena IGD penuh. Setelah agak
lama saya akhirnya masuk dan diperiksa dokter jaga. Suami cerita kalau saya sudah
telat seminggu ke dokternya.
“Anak sudah berapa?” tanya dokter
“Belum ada”
“Sudah berapa tahun menikah?”
“Tiga”
“Oh, mungkin cuma hormonnya yang tidak stabil.”
“Jadi gak papa di rontgen dan CT Scan dok?”
“Gak papa, kan cuma kepalanya.”
Tak lama saya di dibawa ke ruang Rontgen dan CT Scan.
Setelah ganti baju, suami diminta keluar dan saya difoto dadanya (thorax),
lalu kepalanya. Setelah itu saya masuk ruangan lain untuk CT Scan.
Sebenarnya ketika di rontgen dadanya saya bingung, kok
difoto dadanya sih. Tapi saat itu saya dalam kondisi nyeri, capek, ngantuk,
rasanya sulit berfikir jernih. Saya husnuzhan aja kalau prosedurnya memang
begitu.
Karena badan saya kecil, ketika dada difoto perutnya juga
kena paparan sinar X. Setelah prosesi selesai saya ganti baju, kali ini ganti
bajunya di ruangan lain, ruangan USG. Ternyata ada fasilitas USG di ruang
radiologi.
Ohya, ketika menunggu untuk difoto saya minta suami beli
test pack di mini market dalam RS, soalnya perasaan saya gak tenang banget. Tapi
ternyata gak ada.
Kembali ke ruang tunggu, kami menunggu hasil print dari
radiologi untuk dianalisis dokter. Tidak lama kemudian, hasilnya keluar dan
dokter menjelaskan bahwa saya kepala saya beserta isi-isinya baik baik saja.
“Ada pertanyaan?” tanyanya. Saya dan suami saling melihat. Heran, tadi kan dada difoto
juga, kok gak ada?
“Kalau thoraxnya gimana dok? Kan tadi di foto juga?”
“Hah, thorax juga di foto?” Dokternya kaget. Melihat dokter
kaget saya langsung cemas, takut.
Dokter jaga langsung menelpon ruang radiologi, petugasnya
membenarkan bahwa thorax memang difoto tapi hasil fotonya tidak mereka print
karena yang diminta dokter hanya kepalanya.
Lalu dokternya bilang ke kami berdua bahwa saya scoliosis.
Yah, itu mah kasus lama. We know that already since years a go. Saya
khawatir petugas radiologi memfoto thorax saya karena kepo lihat scoliosis
saya, jadi difoto walau dokter gak minta (dan bukan prosedur). Oh God… Perasaan saya campur aduk dan
memohon pada Allah semoga saya tidak sedang hamil saat itu.
Saya minta foto thorax itu juga untuk diprint. Biar ada
bukti bahwa saya difoto thoraxnya. Dokter bilang hari senin foto dan
analisisnya bisa diambil.
Minggu, 31 Mei
Hari itu kami gak kemana-mana dan hanya istirahat di rumah.
Baru malamnya saya minta suami untuk beli test pack di apotik. Sehabis Isya
saya test, dan itulah untuk pertama kalinya dalam kehidupan rumah tangga saya
berharap garis test pack hanya satu, yang artinya negatif hamil. Ketika alat
uji kehamilan itu dimasukkan ke air pipis, tanpa basa basi si alat dengan cepat
menunjukkan dua garis merah yang cukup tebal. Saya lemas.
Untuk pertama kalinya positif hamil, Alhamdulillah |
Bersambung ke Cerita Trisemester Pertama: USG
16 comments
Congrats ya, Mak. Semoga selalu sehat :D
REPLYaduuh mak.. dilanjut ceritanyaa.. penasaran..
REPLYbtw, selamaat ya mak utk.kehamilannya.. smoga lancar,sehat selalu emak dan bayinya dan semoga hamilnya menular ke saya.. amin
Selamat ya mak...semoga sehat selalu en ditunggu cerita selanjutnya nih :)
REPLYSedang proses menulis lanjutannya nih mak.Sabar ya ;)
REPLYAmiiin, moga mak vita segera nyusul.
Saya kaget lho lihat notifikasi Mimi Affandi nulis komentar. Saya pikir uwak saya hihi.
REPLYTernyata setelah dilihat fotonya beda. :)
Terima kasih sudah mampir, Mak.
Thank you. Amiiin.
REPLYSip. Lanjutannya dalam proses penulisan ;)
Selamat mak. Udah jgn disesali, dinikmati aja Dan persiapkan mental jd ibu.
REPLYHehehe
Sy juga Dulu gitu. Ga hamil2, penasaran. Pas Hamil, bingung. Soale uang tabungan udah buat DP Rumah. Huahahaha.
Ditambah kehamilan saya kemaren lumayan risky, sy bed rest total dr bukan ke 4 sampe lahiran.
Tapi ya dinikmati aja, Karen urusan Hamil ga semudah yg kita Kira, benar2 urusan Allah SWT.
Eh sy ga ngebully ya mak, hanya menyemangati.
Selamat ya mak, sehat2 sampai lahiran.
Salam hangat,
Akuratu.com
Selamat berbahagia ya Mba..
REPLYSelamat yaaa mbaak, semoga sehat walafiat semuanya :)
REPLYSaya gak menyesali kehamilan saya kok mak. Ini baru sepenggal cerita kepanikan di hari pertama tahu bahwa hamil. Nanti baca lagi ya lancutannya ;)
REPLYTerima kasih! :)
REPLYAmiiin. Terima kasih buat doanya ya mak. :)
REPLYSemangat selalu bu fridaa..selamat ya
REPLYikut prihatin atas peristiwa kecelakaan itu, mak. selamat juga atas kehamilan pertama yang sudah sangat ditunggu2, semoga seluruhnya lancar hingga proses persalinan nanti, tidak ada kendala. amin ^^
REPLY*sama-sama sedang hamil ^^
Wahh mei ya mba hamily..sprtiy HPL nya sama kaya saya.
REPLYSehat terus ya debay sama ibunya.. :-)
Wah senangnya hamil pertama ya..?
REPLY