Monday, June 10, 2013

Tahun 2011 lalu Abah[1] bikin SIM A dan C baru karena SIM sebelumnya udah expired. Kenapa gak diperpanjang aja? Malangnya SIM tersebut terbitan Polda Sumut, sedangkan abah sekarang berdomisili di Kabupaten Karawang, Jabar. Sebenarnya abah bisa aja meminta perpanjangan SIM dengan cara memindahkan berkas SIMnya dari Medan ke Polres Karawang, tapi cara ini akan memakan waktu lebih lama dan biaya yang lebih mahal dibanding membuat SIM baru.

Dengan membawa surat keterangan sehat dari dokter dan dua lembar fotokopi KTP, Abah pun mendaftar di meja pendaftaran Polres Karawang. Setelah mendaftar abah diberi nomor ujian yang dicetak gede dan dilaminating. Tidak lama menunggu, abah kemudian dipersilahkan mengikuti ujian teori di ruangan ujian. Ujian dilaksanakan secara audio visual, pilihan jawaban A, B dan C dipilih dengan cara memencet tombol. Begitu ujian selesai kita langsung tahu apakah lulus atau tidak dan berapa skornya.

Setelah itu peserta yang lulus dipersilahkan ke lapangan untuk mengikuti ujian praktek. Setelah para peserta diberi kesempatan untuk mencoba lintasan beberapa kali, kemudian ujian dilaksanakan. Alhamdulillah abah saya lulus di ujian praktek SIM C dan A[2] (walaupun awalnya khawatir karena gosipnya mobil polisi yang digunakan untuk ujian koplingnya agak rusak). Peserta yang lulus lalu diminta membayar biaya administrasi ke loket BRI (tersedia di lokasi), mengisi formulir, foto dan menunggu sekitar 10 menit sampai kartunya jadi.

Untuk semua urusan ini abah mengacungkan jempol untuk jajaran Polres Karawang, karena pengurusan SIM ini mudah, jelas alur kerjanya, transparan, biayanya murah dan jelas dibayarkannya kepada siapa. Tidak sampai 3 jam sejak datang di meja pendaftaran, abah sudah bisa pulang membawa SIM baru.

Pengalaman abah ini meninggalkan beberapa catatan penting yang bisa kita jadikan pelajaran berharga.

Pertama, walaupun proses yang dibuat polisi mudah dan murah ternyata masih ada saja yang memilih ‘jalan lain’. Di Polres orang yang foto dan mengisi formulir pembuatan SIM lebih banyak daripada yang lulus ujian praktek. Kok bisa? Ternyata orang-orang yang tidak lulus ini lewat ‘jalan belakang’, katanya harganya bisa 300 ribu untuk SIM C dan 350 ribu untuk SIM A.

Padahal, menurut abah ujiannya mudah sekali loh. Untuk ujian tulis pertanyaannya hanya 30 dan isi pertanyaannya juga mudah karena menanyakan pengetahuan berlalulintas yang sangat mendasar. Harusnya soal tersebut termasuk trivia bagi calon pengendara. Tapi dengan soal ujian yang mudah pun, persentase kelulusan ujian teori cuma sekitar 60%-75%. Jumlah kelulusan ujian praktek lebih parah lagi, yaitu sekitar seperlima peserta ujian praktek. Padahal, lintasan yang diujikan juga biasa saja, bukan track yang aneh-aneh seperti di Fear Factor.

Jadi, sebenarnya orang yang gak lulus adalah orang yang belum paham hal-hal mendasar berlalu lintas dan belum mahir berkendara. Sayangnya mereka ini bukannya intropeksi diri dengan belajar dan latihan lagi tapi malah menyogok oknum polisi. Kalau begini kondisinya wajar kondisi jalanan di Indonesia macam hutan rimba, banyak yang gak taat aturan dan gak mahir mengendarai kendaraannya.

Kedua, sebaik apapun aturan yang dibuat jika kita tidak memiliki kesadaran untuk menjalankan dan mengontrolnya maka efek baik dari aturan tersebut tidak akat terlihat.

Syahdan, mau sampai kapan kita melestarikan hal ini? Ayo, kita mulai bersikap jujur mulai sekarang.






[1] Panggilan saya untuk bapak.
[2] Abah membuat SIM A dan SIM C bukan di hari yang sama, cuma tidak saya ceritakan detail biar singkat. J

2 comments

Suka. Kejujuran mulai mahal di Indonesia.

terimakasih ya sudah berpartisipasi sigana uang sundanya? hehe

REPLY

Ibu saya asli sunda teh, kalo Abah orang Palembang aslinya. Jadi saya palsu (Palembang Sunda) hehehe...

REPLY

Cerita-cerita Frida Designed by Frida Nurulia