Monday, June 30, 2014

Melakukan perjalanan (travelling), bukan hanya tentang tempat tujuan tapi juga perjalanannya itu sendiri. Malah, kadang-kadang perjalanan menuju tempat tujuan lebih bermakna dan sarat pengalaman dibandingkan dengan apa yang didapat di tempat tujuan.

Salah satu aspek yang harus diperhatikan untuk mendapatkan perjalanan yang nyaman dan seru adalah memilih moda yang akan membawa kita ke tempat tujuan.

Kendaraan umum favorit saya adalah kereta api, karena dengan moda inilah saya paling maksimal menikmati perjalananan. Bagi saya bau kereta tidak bikin mual seperti halnya bus atau mobil, goyangan atau turbulance-nya tidak bikin pusing seperti halnya kapal laut atau ferry dan harganya lebih terjangkau dibandingkan persawat terbang. Terakhir dan paling penting, emisi yang dihasilkannya lebih sedikit dibandingkan kendaraan umum lain.

Kereta juga yang menjadi pilihan saya ketika jalan-jalan ke depok kemarin.

Awal-Mula

Sekitar awal bulan Juni lalu teman dekat saya, Febri, mencetuskan ide untuk berkunjung ke rumah teman kami di Depok. Teman kami ini baru pulang dari Logan, Utah, Amerika Serikat tahun lalu. Selama ini kami hanya berkomunikasi melalui facebook, dan pertama kalinya kami bertemu itu sekitar 2 bulan yang lalu dalam sebuah diklat di Bogor. Pertemuan itu sangat singkat, tidak banyak ngobrol dan bercengkrama (halah). Mungkin ini juga yang menjadi alasan Febri mengajak saya main ke rumah teman kami itu.

Awalnya, Selasa tanggal 24 kami jadwalkan sebagai hari keberangkatan namun karena tiba-tiba saya berhalangan, perjalanan kami pun diundur sehari menjadi Rabu, 25 Juni. Febri dari Bekasi, saya dari Tangerang Selatan. Kami membuat janji untuk bertemu di Stasiun Manggarai dan naik kereta dari sana sampai Depok.

Manggarai, Sebuah Permulan

Saya memulai hari dengan halqah terlebih dahulu di rumah guru ngaji saya. Setelahnya saya langsung berangkat ke stasiun Sudimara untuk mengejar kereta jam 11. Namun, tak diyana tak disangka jalanan macet membuat saya terlambat sampai stasiun. Ternyata keretanya lebih telat lagi, kereta yang ditunggu baru datang jam 11.30. Ini adalah salah satu hal yang membuat naik kereta kurang nyaman: jadwal suka ngaret.

Dalam perjalanan menuju Tanah Abang, Febri sms kalau dia sudah sampai di Manggarai. Saya merasa tidak enak karena terlambat, apalai ini pengalaman pertama Febri naik KRL Jabodetabek. Rasanya saya memberikan kesan awal yang tidak mengenakkan ke dia. Belakangan saya sadar bahwa pemikiran ini lebay, soalnya Febri menikmati menunggu di Manggarai dengan mengamati kesibukan kereta dan orang-orang berlalu lalang.

Dari Tanah Abang saya transit menuju Manggarai menggunakan kereta menuju Bogor. Sebenarnya naik kereta ini bisa langsung turun di Depok Baru, stasiun tujuan kami, namun kami mau salat dan beli oleh-oleh dulu di Manggarai. Selain itu saya lapar, jadi mau beli ganjelan perut dulu di “tujuh sebelas” hehe.
Stasiun Manggarai bisa dibilang stasiun transit KRL yang tersibuk. Hampir semua jurusan melewati stasiun ini. Di stasiun ini lah kami bertemu untuk pertama kalinya setelah dua bulan, saya dari Tangsel dan Febri dari Bekasi, Manggarai mempertemukan kami. Dari sinilah kami memulai perjalanan berdua.

Setelah salat, beli oleh-oleh dan makan siang sambil ngobrol ini itu kami pun melanjutkan perjalanan ke Depok. Di kereta, karena saking asiknya mengobrol hampir saja kelewatan stasiun tujuan kami: Depok Baru. Fiuh, untung saja saya segera sadar kalau sudah sampai… Dari stasiun kami naik angkot biru menuju rumah teman kami: Mbak Kiki.

Bertemu, Bercanda dan Berbagi

Tak lama, setelah turun dari angkot dan nanya-nanya ke warga sekitar akhirnya kita temukan juga rumah yang dituju. Mbak Kiki ternyata sudah menunggu dari tadi. Lalu kami pun asik ngobrol berbagai macam hal, mulai tentang gimana saya dan mbak kiki bertemu suami kita masing-masing sampai tentang pengalaman mbak Kiki di Logan, AS.

Kami banyak ngobrol tentang beasiswa untuk lanjut kuliah S2, S3 dan post doktoral. Dari obrolan ini saya dapet banyak informasi yang bisa dibagi dengan suami ketika pulang. Bener-bener gak sia-sia, padahal saya gak niat ngobrolin topik ini ketika berangkat.

Selain berbagi cerita dan bercanda kami pun berbagi makanan, saya dan Febri bawa roti dari sebuah toko roti di Manggarai dan mbak Kiki menjamu kami dengan mie ayam abang-abang yang lewat di depan rumah. Saat itu di Depok turun hujan, dan makan mie ayam panas-panas sambil ngobrol rasanya maknyus  banget.
Tidak terasa hari sudah mulai gelap dan kami pun harus pulang.

Selisih dan Pinalti

Ohya, ada satu hal yang terlewat saya ceritakan ketika kami tiba di stasiun Depok Baru siang itu. Ketika sampai di Depok Baru dan hendak keluar stasiun, kartu flazz saya tidak terbaca sehingga pintu portal enggan membukakan jalan untuk saya keluar. Namun, ketika hendak bertukar tempat dengan Febri (supaya dia keluar duluan), tangan saya menyenggol portal dan besi itu pun berputar tapi saya tidak keluar. Saya pun mengadukannya ke PKD, dan beliau nanya, “Bener tadi udah di tap out kartunya?”

“Bener, tadi pintunya udah muter tapi saya gak ke luar” (teman saya saksinya, kata saya dalam hati)

“Kalau gak bener, nanti kartunya gak bisa dipakai lagi loh” Kata PKDnya mengingatkan sambil membukakan pintu portal untuk saya dengan kartu miliknya.

Saya pikir (dan harap) masalahnya sudah selesai saat itu. Ternyata, saat hendak pulang dan mau masuk lagi ke stasiun Depok Baru, mesin di portal menunjukkan tulisan “Sudah Masuk” di layar kecil portal. Bingung, saya pun bertanya ke petugas. Eh, petugasnya juga bingung. Akhirnya saya masuk ke stasiun, lagi-lagi pakai kartu petugas.

Di stasiun saya janjian sama suami untuk pulang bareng. Hari itu dia kuliah di Kalibata dan pulang setelah maghrib. Saya ngajak untuk ketemuan di Manggarai, suami membalas “Sampai Tanah abang aja”, saya jawab: “Oke”. 

Di kereta kita masih saling smsan

Suami: Jadi naik kereta yang ke mana?

Saya: Jatinegara[1]

Suami: “Di gerbong berapa? Saya di Manggarai”,

Saya: “Gerbong paling belakang, khusus wanita” lalu beberapa saat kemudian saya ralat “Gerbong paling depan deng”

Karena suami bilang kalau dia sudah di Manggarai saya pikir dia ngajak untuk ketemuan di Manggarai saja. Jadi ketika sudah di Manggarai saya dan Febri turun. Di Manggarai saya nyari-nyari cowok tinggi kurus yang biasanya mudah saya temukan saking tingginya. Tapi gak ketemu. Gak berapa lama terdengar bunyi sms lagi dari suami: “Kamu kok turun?” Saya pun langsung sadar kalau suami naik kereta yang tadi saya naiki. Ternyata dia melihat saya ada di peron dari jendela kereta, suami heran kenapa istrinya malah turun, hehe. Kereta itu adalah kereta Bogor-Jatinegara yang akan melewati stasiun Tanah Abang, tempat kami seharusnya transit ke Sudimara.

Argh…. Di situ saya benar-benar kesal dengan kebodohan saya sendiri. -_-

Suasana dalam kereta menuju Tanah Abang
Alhamdulillah saya punya suami yang sabar banget atas kecerobohan sang istri. Dia menunggu saya di Tanah Abang, dan saya baru dapat kereta ke Tanah Abang 30 menit kemudian. Febri sendiri sudah dijemput oleh kereta jurusan Bekasi tak lama setelah kita sampai di Manggarai.

Di Tanah Abang, saya melihat laki-laki tinggi yang menunggu saya dari tadi. Kami pun naik kereta ke Sudimara bersama. Alhamdulillah saya dapat tempat duduk sementara suami berdiri di dekat saya.
Di Sudimara saya antri keluar seperti penumpang lainnya. Ketika giliran saya untuk tap out, “TEEET” mesin portal membentak sambil mengeluarkan tulisan “PENALTY”. Buru-buru saya keluar dari antrian dan mendatangi PKD agar orang-orang di belakang saya tidak menunggu lama. Saya menjelaskan singkat apa yang terjadi dan pak PKD menyuruh saya untuk mengurus kartu tersebut ke loket.

Di loket, saya bilang ke petugas bahwa saya kena pinalti sambil menyodorkan kartu Flazz. Lalu dengan suara kencang petugasnya bilang, “Hah? Kena pinalti? Abis main bola di mana? hahaha” Saya cuman jawab “ya begitulah” sambil nyengir, dia pun tertawa sendiri sambil menempelkan kartu saya ke mesin tiket. Setelah selesai dia mengembalikan kartu bermasalah itu sambil menjelaskan bahwa nilainya sudah dikurangi 7000 sebagai denda pinalti. Petugas ceria dan lucu ini cukup menghibur saya yang tadinya agak bete gara-gara pinalti.

Ohya, saya belum bilang ya kalau saya kena pinalti karena saya tercatat masuk dan keluar di stasiun yang sama (stasiun Sudimara) dalam rentang waktu lebih dari satu jam. Jadi, pas keluar di stasiun Depok Baru tadi tap out-nya memang gagal dan tidak tercatat! Hal itulah yang menyebabkan ketika hendak masuk lagi ke stasiun Depok Baru mesinnya mengatakan “Sudah Masuk”, saya memang belum tercatat keluar stasiun manapun! Nah, masalah pintu portal yang berputar sendiri itu masih misteri. Kalau dipikir-pikir rada ngeri juga ya itu pintu.

Awal atau Akhir?

Seperti yang saya tulis di awal postingan, perjalanan menuju suatu tempat kadang lebih seru dari tempat tujuannya itu sendiri. Kalau yang saya alami pada perjalanan ke Depok ini, tempat tujuan dan perjalanannya sama-sama serunya. Perjalanannya sendiri penuh lika liku dan banyak hal yang bisa diambil hikmahnya.

Bagi sebagian orang mungkin perjalanan kami terhitung ‘cemen’, cuman ke Depok doang gitu… Tapi hey, biar deket saya sudah melintasi dua provinsi loh (DKI Jakarta dan Jabar) hehe. Selain itu, perjalanan ini cuma permulaan dari petualangan yang lebih panjang di masa depan. Saya dan Febri punya keinginan berkereta ke Yogya dan Surabaya suatu saat nanti, mungkin bareng suami kita masing-masing. Jadi perjalanan kami ke Depok hanyalah sebuah permulaan, bisa juga dibilang ‘latihan’ namanya juga #nubietraveller hehe…

Terakhir, keberanian teman saya untuk mencoba KRL ternyata berhasil membuatnya suka dengan moda ini. Febri sekarang sudah berani berkereta sendiri dan bilang kalau dia mau berkereta ke Tanah Abang dan Bogor dalam waktu dekat. Juga, dia mengajak saya jalan-jalan ke Kota Tua dengan naik kereta sampai Jakarta Kota. Sampai-sampai di twitter Febri upload foto Tiket Harian Berjaminan miliknya sambil bilang “Kedepannya mungkin saya akan sering pakai THB” uhuy, moda ini emang bikin jatuh cinta penggunanya, asal tepat milih rute dan jadwal pasti asik deh perjalanan kamu ;)

Oke deh teman-teman, selamat menempuh perjalanan kalian masing-masing! J

Tulisan ini diikutkan dalam lomba blog #NubieTraveller






[1] Rute Depok-Jatinegara atau Bogor-Jatinegara melewati stasiun Manggarai dan Tanah Abang.

3 comments

owalaaah... jadinya kamu kena penalty? murah ya..cuma tujuh ribu, dikirain ratusan ribu. hehe.
jzk ya frid, udah maksa aku buat naik CL. ini adalah asik!

ehem, aku aamiin-kan kelak kita bakalan jalan2 sama suami kita masing2, atau klo Allah mengizinkan sama anak2 kita juga. hehe.. mumpung lg Ramadhan, waktu dimana Allah mengijabah doa. salah satu doa yg aku minta ke Allah adalah tahun ini pgn keliling nusantara :)

tahun kemarin aku pernah ke Takengon, Aceh. dan aku main ke Lut/Laut Tawar. kamu searching deh, mirip danau toba. klo liat dr gambar sih biasa aja, tp klo k sana langsung, wuih masyaa Allah bikin jantung berdebar debar saking indahnya.

oiya kamu kan pernah bilang klo kita berdoa itu harus detail, jadinya aku minta ke Allah agar Allah mengabulkan keinginan aku utk ke Wakatobi! :D
Ryokou Shimashoo! Jom kita traveliiiing... yaaaaay!

REPLY

Febri... kenapa komennya pakai anonymous sih, macem nama kucingmu 'misteri' hehe

Kasus pinalty tuh beda-beda feb, ada juga yang kena denda 50k kalau kasusnya gak punya tiket atau saldo tiket kita kurang.

Tahun ini keliling nusantara mah lelah atuh feb, 2014 udah tinggal 6 bulan lagi. Tapi, who knows? :)

Kalau ada duit pengen ke Palembang, Babel untuk silaturahmi sama keluarga. Mas Bim kan belum ketemu sama keluarga besar di Palembang. Kalau kita berdua ada rizki kamu pengen saya ajakin ke Sumut, main ke Danau Toba, udah lama banget gak kesana. Pemandangannya cakep.

Jangan feb, justru jangan detil banget. Biar Allah yang ngurusin detailnya, kita minta yang umum-umum aja. Seringnya di Al-Qur'an dicontohinnya gitu #ternyata.

Sip deh, tak aminin doamu. Hehe ;)

REPLY

PS: Typo, maksudnya Palembang dan Babel/ Bangka Belitung. Baca ulang komentar di atas ambigu, ntar dikira Palembang ada di Bangka Belitung he he he.

REPLY

Cerita-cerita Frida Designed by Frida Nurulia